APLIKASI SENYAWA KOMPLEKS PADA FOTOGRAFI


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Secara umum, senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi dapat dianggap sebagai senyawa koordinasi. Dalam konteks yang lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam (atom pusat) dengan atom nonlogam (ligan).
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi. Senyawa-senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi dan struktur bermacam-macam. Mulai dari bilangan koordinasi dua sampai delapan dengan struktur linear, tetrahedral, segiempat planar, trigonal bipiramidal dan octahedral. Namun kenyataannya menunjukkan bilangan koordinasi yang banyak dijumpai adalah enam dengan struktur pada umumnya octahedral.
Reaksi dalam kimia memiliki peranan penting dalam proses fotografi. Senyawa kompleks sudah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Beberapa
penggunaan praktis senyawa koordinasi yang paling tua, adalah yang disebabkan oleh warnanya. Beberapa aplikasi atau penggunaan senyawa koordinasi atau senyawa kompleks yaitu dalam dunia industri, kimia analitik dan kesehatan juga dalam dunia fotografi.
            Oleh karena itu yang melatarbelakangi dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui aplikasi senyawa kompleks dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang IPTEK dimana akan dibahas peranan kimia koordinasi dalam dunia fotografi.


1.2  Rumusan Masalah
“Bagaimana hasil reaksi yang terjadi dalam proses pencetakan gambar sehingga didapatkan gambar/hasil yang sempurna dengan menggunakan senyawa kompleks?”

1.3  Tujuan
-       Mengetahui ion kompleks yang digunakan dalam dunia fotografi
-       Mengetahui hasil reaksi yang terjadi dalam proses pencetakan gambar
-       Mengetahui tahapan fotografi konvensional dengan menggunakan ion kompleks

1.4  Manfaat
-       Untuk dapat mengetahui senyawa kompleks yang digunakan dalam dunia fotografi.
-       Untuk dapat mengetahui hasil reaksi yang terjadi dalam proses pencetakan gambar.
-       Untuk dapat mengetahui tahapan fotografi konvensional dengan menggunakan senyawa kompleks.









BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Ligan merupakan molekul atau ion yang memiliki pasangan electron bebas pasangan electron ikatan π atau electron tak berpasangan yang dapat dikoordinasikan ke atom pusat. Pada ligan terdapat atom donor, yaitu atom yang terkoordinasi pada atom pusat melalui ikatan kovalen koordinasi. Menurut teori Asam-Basa Lewis, senyawa kompleks terdiri dari asam yang dianggap sebagai atom pusat dan basa yang dianggap sebagai ligan. Senyawa kompleks dapat merupakan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionic. Senyawa kompleks ionic terdiri atas ion positif (kation) dan ion negative (anion), dimana salah satu atau kedua ion tersebut dapat merupakan kompleks. Dalam pembentukan senyawa kompleks, atom logam atau ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang dapat mendonorkan elektronnya ke atom logam atau ion logam disebut atom donor.
Ide cemerlang Leonardo da Vinci atau Aristoteles ternyata tidak sia-sia telah mewacanakan prinsip cahaya serta bayangan dari fenomena alam sebagai awal ditemukannya teknologi fotografi. Istilah fotografi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang berarti menulis dengan cahaya. Fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Fotografi pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh Louis Daguerre, sebagai konsekuensi langsung perkembangan di bidang kimia dan optikal. Dalam perkembangannya, istilah dan teknik fotografi mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke-19 setelah berkembang selama hampir satu abad di negara Barat. Fotografi yang pertama kali berkembang merupakan fotografi konvensional atau foto hitam putih.
Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Presstahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang lelaki bangsa Cina bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala fotografi. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu pemandangan yang ada di luar akan terefleksikan secara terbalik lewat lubang tadi. Selang beberapa abad kemudian, banyak ilmuwan menyadari serta mengagumi fenomena pinhole tadi. Bahkan pada abad ke-3 SM, Aristoteles mencoba menjabarkan fenomena pinhole tadi dengan segala ide yang ia miliki, lalu memperkenalkannya kepada kyalayak ramai. Aristoteles merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, lalu digelar di atas tanah dan memberinya jarak untuk menangkap bayangan matahari. Dalam eksperimennya itu, cahaya dapat menembus dan memantul di atas tanah sehingga gerhana matahari dapat diamati. Khalayak pun dibuat terperangah.
Percobaan-demi percobaan terus berlanjut, sampai akhirnya William Henry Talbott dari Inggris pada 25 Januari 1839 memperkenalkan lukisan fotografi yang juga menggunakan kamera obscura, tapi ia membuat foto positifnya pada sehelai kertas chlorida perak. Kemudian, pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern yang terbuat dari lembar kertas beremulsi, yang bisa digunakan untuk mencetak foto dengan cara ini.
Teknik ini juga bias digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes. Untuk menghasilkan gambar positif, Talbot menggunakan proses Saltprint. Gambar dengan film negatif pertama yang dibuat Talbot pada Agustus 1835 adalah pemandangan pintu perpustakaan di rumahnya di Hacock Abbey,Wiltshire, Inggris. Foto paling pertama yang ada di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat pada tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton. Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek utama dunia fotografi modern adalah seorang pengusaha bernama George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis. Saat itu, dunia fotografi sudah mengenal perbaikan lensa, shutter,film, dan kertas foto.
Penemuan-penemuan tersebut telah mempermudah orang mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa dan mereproduksinya. Dengan demikian, para fotografer, baik amatir maupun profesional, bisa menghasilkansuatu karya seni tinggi tanpa terhalang oleh keterbatasan teknologi.
Pada Tahun 1900 seorang juru gambar telah menciptakan kamera Mammoth. Ukuran kamera ini amat besar. Beratnya1,400 pon, sedangkan lensanya memiliki berat 500 pon. Untuk mengoperasikan ataumemindahkannya, sang fotografer membutuhkan bantuan 15 orang. Kamera ini menggunakan film sebesar 4,5 x 8 kaki dan membutuhkan bahan kimia sebanyak 10 galon ketika memprosesnya. Lalu, pada tahun 1950, pemakaian prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR) mulairamai. Dan di tahun yang sama, Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan memproduksi kamera NIKON.
Seiring berjalamnya waktu dan teknologi yang masuk dan berkembang di Indonesia, maka masuklah pula teknik fotografi berwarna hingga muncul pula fotografi digital. Saat ini orang lebih banyak menggunakan fotografi digital karena teknologi telah membuatnya lebih mudah untuk digunakan dari pada fotografi konvensional yang menggunakan film foto, sehingga fotografi digital dianggap lebih praktis. Dibalik alasan kepraktisan fotografi digital, ternyata pada zaman modern ini, fotografi konvensional yang menggunakan film seluloid masih tetap digemari. Hal ini terbukti dengan makin banyaknya produk-produk film baru di pasaran.
Pada tahun 1914, Werner mengusulkan kompleks koordinasi pertama yang disebut hekso. Hekso mengandung isomer optic, dan dapat mematahkan teori bahwa senyawa karbon saja yang biasa memiliki kiralitas.
Sifat - sifat kompleks logam ditentukan oleh struktur elektroniknya. Struktur elektronik dapat dijelaskan dengan model ionik yang mengandung muatan formal terhadap logam dan ligan. Pendekatan ini sering disebut sebagai Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory, CFT). CFT diperkenalkan oleh Hans Bethe pada tahun 1929 yang menggunakan mekanika kuantum untuk menjelaskan senyawa kompleks.
Ada sebuah model yang lebih canggih yang menyangkut kovalensi, dan pendekatan ini disebut sebagai Teori Medan Ligan (Ligands Field Theory, LFT) dan Teori Orbital Molekul (MO). Teori medan ligan diperkenalkan pada tahun 1935 dan dibangun dari teori orbital molekul, dapat menjelaskan lebih luas tentang senyawa kompleks pada interaksi kovalen.





















BAB 3
PEMBAHASAN

A.    Teknik Fotografi Konvensional (Hitam Putih) dan Fotografi Digital
Pada hakikatnya, fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Melalui tiga prinsi, yaitu cahaya, optic dan kimia (light, optics and chemistry), maka proses fotografi dapat bekerja secara maksimal. Light atau cahaya merupakan syarat utama bekerjanya prinsip fotografi, tanpa cahaya tidak mungkin suatu objek dapat dilihat oleh mata. Optics yang diartikan sebagai serangkaian system lensa adalah sarana untuk proses menangkap objek yang terlihat oleh mata. Kemudian chemistry dalam dunia fotografi diartikan sebagai proses kimiawi guna memunculkan gambar atau proses cetak/cuci-cetak film/print processing.
Pada fotografi digital maupun konvensional memiliki prinsip yang sama yaitu membuat gambar yang ditangkap oleh sel-sel elektronis peka cahaya dan hasilnya bias langsung dilihat pada layar monitor. Untuk fotografi konvensional, gambar ditangkap oleh film dan terjadi reaksi fotokimia. Setelah proses pencucian dan pencetakan baru dapat dilihat hasilnya. Sedangkan pada fotografi digital, hasil pemotretan dapat langsung dilihat di layar meski tanpa melalui proses cuci cetak terlebih dahulu.
B.    Tahapan Pembentukan Gambar/Foto
Pada proses cuci dan cetak film hitam putih, ternyata ada reaksi kimia, yakni reaksi oksidasi dan reduksi. Film hitam putih maupun kertas foto mengandung partikel-partikel perak bromida, AgBr yang tersebar pada lapisan tipis film/kertas foto. Pada teknik fotografi konvensional atau hitam putih, digunakan sebuah film yang digunakan untuk menghasilkan foto. Film foto merupakan emulsi perak bromide (AgBr) dalam gelatin dengan tahapan-tahapan pembentukan gambar/foto seperti berikut:
a.      Proses pengambilan gambar, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah proses pemotretan menggunakan kamera.
b.     Film foto dikenakan cahaya. Dengan cara, film dipasang di bawah enlarger, lalu cahaya 100 watt dinyalakan. Akan tampak bayangan film itu di atas kertas. Apabila film/kertas foto terkena cahaya, maka akan terjadi reaksi :
AgBr → AgBr*
Tanda (*) menyatakan AgBr tereksitasi oleh cahaya. Kalau bayangan itu sudah tepat, maka lampu yang digunakan untuk mengeksitasi AgBr, kertas diganti dengan kertas cetak foto dan dinyalakan kembali lampu selama sekian detik.
c.      Film foto yang sudah terkena cahaya, kemudian diletakkan dalam larutan pengembang (misal metol, amidol atau hidrokuinon {C6H4(OH)2}) kemudian ganti celupkan ke dalam larutan stop batch untuk menghentikan reaksi hingga menghasilkan butir perak bromida yang teraktifkan membentuk logam perak bromida hitam. Apabila film yang telah digunakan dan terkena cahaya tersebut dicuci dalam larutan pengembang (developer), akan terjadi reaksi :
2       AgBr *(s) + C6H6O2 (aq) → 2 Ag(s) + 2 HBr (aq) + C6H4O2 (a)
Cairan pengembang C6H4O2 (hidrokuinon), dalam hal ini bertindak sebagai zat pereduksi. Jadi dalam reaksi itu terjadi proses reaksi redoks.
Oksidasi :
C6H6O2 (aq) → C6H4O2 (aq) + 2 H+ + 2e-
Reduksi:
3       Ag+ + 2 e- →2 Ag (s)
Disamping hidrokuinon, dalam larutan pengembang perlu ditambahkan metol (N-metil-p-aminofenol sulfat). Metol berfungsi sebagai zat superaditif, yang efeknya tidak dapat digantikan dengan memberikan jumlah yang berlebih pada hidrokuinon yang sudah ada. Metol ini bertindak sebagai zat pereduksi juga. Aktivitas hidrokuinon dapat dipacu dengan menambahkan sedikit phenidone (1-phenyl- 3-pyrazolidinone). Karena larutan pengembang/developer ini bekerja efektif pada lingkungan basa, maka kita perlu mencampurkan larutan potasium karbonat (atau sodium karbonat) sebagai aktivator untuk memperoleh lingkungan basa dengan pH pH 9,5 - 10,5; larutan sodium sulfit, sebagai pengawet dan potasium bromida sebagai restainer.
d.     Butir-butir yang tidak teraktifkan pada bagian yang tidak terkena cahaya tidak terpengaruh. Hal ini menghasilkan bayangan foto. Butir-butir perak bromide yang tidak teraktifkan dapat tereduksi menjadi logam perak hitam bila terkena cahaya. bayangan film harus difiksasi. Hal ini menyebabkan logam perak hitam yang dihasilkan dari pengembangan melekat pada film dan perak bromide dihilangkan (dicuci). Senyawa yang dapat mengikat bayangan foto adalah natrium thiosulfat, Na2(SO4)3. Thiosulfat mudah diperoleh dengan mendidihkan larutan silfit dengan sulfur. Asam bebasnya tidak stabil pada suhu biasa. Orang fotografi biasa menyebut hipo. Pada proses pengikatan terjadi reaksi sebagai berikut : AgBr (s) larut dalam larutan fikser terbentuk ion perak kompleks.
AgBr + 2S2O3 —–> [Ag(S2O3)2]2- + Br-
Dengan mereaksikan perak bromide dengan tiosulfat, maka menghasilkan senyawa kompleks berupa ion ditiosulfatoperak (II) dan ion bromide. Ion ditiosulfatoperak (II) dapat digunakan untuk proses mencetak gambar yang diperoleh dengan metode fotografi.
e.      Setelah film dicelupkan pada larutan pengembang, maka tahap berikutnya adalah tahap penghentian reaksi sekaligus menetralkan sifat basa yang berasal dari larutan pengembang. Caranya dengan mencelupkan kertas/film pada larutan asam asetat yang telah diberi larutan sodium sulfat untuk mencegah adanya efek swelling. pH larutan dijaga pada kondisi 4 – 5,5.
f.      Selanjutnya kertas foto itu dicelupkan pada larutan fixer, lalu kertas foto dibilas dengan air mengalir. Jadilah sebuah foto yang indah, yang kualitasnya bergantung pada lama pencahayaan, jauh dekatnya film dengan kertas foto, waktu pencelupan, kualitas kertas foto, setelah memakai cairan, pembilasan, dan sebagainya, termasuk keterampilan operatornya. Proses fiksasi ini menggunakan cairan yang disebut fixer (sodium tiosulfat), bertujuan melarutkan perak bromide yang tidak tereduksi menjadi perak (kalau tidak dihilangkan, jika kertas foto terkena cahaya, akan timbul bayangan hitam tambahan. Pada proses ini terjadi reaksi :
AgBr + 3 Na2S2O3→ [Ag(S2O3) 3]5- + 6 Na+ + Br
Tahap akhir setelah fixing adalah pembilasan dengan guyuran air mengalir supaya terbentuk bayangan yang permanen. Proses pembilasan ini bertujuan membuang kompleks perak tiosulfat dan ion tiosulfat. Jika ion tiosulfat masih tertinggal pada film/kertas foto, maka zat ini akan bereaksi dengan perak yang sudah terbentuk foto/gambar, sehingga bayangan foto akan menjadi kecoklatan/kekuningan karena akan terbentuk noda-noda perak sulfida. Jadi pembilasan dengan air yang mengalir itu sangat perlu supaya kualitas foto/gambar menjadi prima.
(S2O3)2- + 2 Ag → (SO3)2- + Ag2S















BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
-       Ion kompleks yang digunakan dalam dunia Fotografi Konvensional adalah [Ag(S2O3)2]2-
-       Dengan proses pencelupan AgBr dalam larutan Na2S2O3, maka menghasilkan senyawa kompleks ion ditiosulfatoperak (II) yang kemudian dilanjutkan dengan proses kimia lainnya sehingga menghasilkan gambar atau hasil yang sempurna.
-       Fotografi konvensional menggunakan film foto dan dengan tahapan kimia yang menghasilkan ion kompleks. Film foto yang digunakan, direndam dengan larutan pengembang yang kemudian direaksikan dengan Na2S2O3 yang kemudian menghasilkan sebuah gambar.

4.2 Saran
            Sebaiknya aplikasi senyawa kompleks dalam kehidupan sehari-hari dapat dari berbagai bidang seperti pada bidang kedokteran ataupun pertanian sehingga kemajuan teknologi akan semakin berkembang.









DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman Moch. 2008. Estetika Dalam Fotografi Estetik. Jurusan Seni dan Desain Fak. Sastra Universitas Negeri Malang

Imam Santosa, Buchari. Indonesian Journal of Chemistry. Pengaruh Matriks terhadap Persen Ekstraksi Perak(I) dari Limbah Cuci/Cetak Foto dengan Menggunakan Teknik Pemisahan Emulsi Membran Cair. 149. Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung

Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimakro. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.

Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REAKSI SUBTITUSI NUKLEOFILIK, SUBTITUSI ELEKTROFILIK DAN REAKSI ELIMINASI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (DESTILASI)